Perusda Sawit, Why Not? (Menggugat Keterlambatan Berpikir di Lumbung Emas)

Dr Aji Sofyan Effendi
DR Aji Sofyan Effendi

 174 total views,  174 views today

Oleh DR. Aji Sofyan Effendi (ASE)

Bumi Kaya, Kantong Daerah Merana

Kalimantan Timur (Kaltim) adalah surga. Bukan sekadar surga wisata, tapi surga Sumber Daya Alam (SDA), bukan hanya migas dan batu bara, tapi juga perkebunan sawit.

Angka-angka berbicara lantang:
Luas Kebun Kaltim (2025): 1.473.772 hektare.
Produksi Kaltim (2025): 18.667.978 ton.

Kita bahkan memiliki tiga daerah ‘raja sawit’ di daerah, yakni Kutai Kartanegara, Berau, dan Kutai Timur, yang bersama-sama menyumbang jutaan ton produksi setiap tahunnya. Ladang-ladang hijau ini memuntahkan hasil panen yang tak pernah berhenti, mendatangkan Triliunan Rupiah keuntungan.

Namun, di sinilah ironi itu bersemayam, menggerogoti rasa kebanggaan kita.

Ironi di Tengah Panen Raya

Perhatikan di sekeliling kita. Siapa yang menikmati kucuran triliunan dari panen raya Kaltim?

Saat ini, perkebunan kelapa sawit di Kaltim didominasi oleh perusahaan swasta murni. Mereka berafiliasi dengan investor luar, bahkan asing. Mereka menguasai hulu hingga hilir, mencetak laba besar, dan membawa keuntungan tersebut ke luar dari Bumi Mulawarman.

Pertanyaannya: Di mana Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Perusahaan Daerah (Perusda) sawit di Kaltim?

Jawabannya, menyakitkan, Tidak Ada.

Ini adalah fakta yang sangat pahit. Daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia, namun tidak memiliki instrumen ekonomi daerah untuk mengelola SDA-nya sendiri.

Akibatnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita jalan di tempat, jauh dari potensi yang seharusnya. Sementara itu, triliunan rupiah mengalir deras, bukan ke kas daerah, melainkan ke kantong perusahaan non-daerah.

Ini bukan sekadar masalah teknis atau birokrasi, ini adalah masalah keterlambatan cara berpikir dan bertindak. Kita membiarkan kekayaan alam kita dikelola sepenuhnya oleh pihak lain, dan kita hanya menjadi penonton atau lebih parah, hanya menjadi penyedia lahan dan tenaga kerja.

Perusda Sawit: Dari Hulu ke Kemasan Cantik

Bayangkan jika Kaltim memiliki Perusda Sawit Daerah. Perusda ini tidak hanya mengurus perkebunan, tapi juga mengelola sawit dari hulu sampai hilir.

Hulu: Mengelola kebun rakyat dan kebun daerah secara profesional.

Hilir: Mendirikan pabrik pengolahan CPO.

Manufaktur: Mengubah crude palm oil (CPO) menjadi produk jadi seperti minyak goreng dalam kemasan berlabel “Minyak makan Made In Kaltim”.

Produk ini lantas didistribusikan, mengisi rak-rak mall dan pasar di seluruh Indonesia.

Apa Keuntungannya ?

Keuntungan membentuk Perusda Sawit bukan hanya sekadar menambah deretan perusahaan daerah. Ini adalah lompatan strategis untuk masyarakat dan daerah.

Peningkatan PAD Eksponensial: Keuntungan triliunan dari sektor sawit akan kembali ke kas daerah, bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Penciptaan Lapangan Kerja Masif: Pembentukan pabrik pengolahan, distribusi, hingga manajemen membutuhkan ribuan tenaga kerja lokal. Ini adalah solusi nyata mengurangi pengangguran.

Kemandirian Ekonomi: Kaltim tidak lagi hanya menjual bahan mentah (CPO) dengan harga fluktuatif, tetapi menjual produk jadi bernilai tambah.

Kebanggaan Daerah: Rakyat Kaltim akan merasakan bahwa SDA-nya adalah “Milik Kita dan Kita Berhak Mengelolanya”, bukan milik asing atau luar Kaltim.

Waktunya Bertindak, Bukan Hanya Berencana!

Kita sudah cukup lama berdiskusi, merencanakan, dan mengeluh. Hari ini, mari kita ubah cara pikir itu.
Kaltim adalah daerah yang kaya akan SDA, namun kita harus berhenti menjadi daerah yang miskin dalam pengelolaan SDA tersebut.

Pembentukan Perusda Sawit harus menjadi prioritas utama. Ini bukan lagi wacana, melainkan kebutuhan mendesak.
Kita harus bergerak cepat, belajar dari daerah lain, dan memastikan bahwa SDA Kaltim benar-benar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyatnya.

Belajar dari Tetangga

Ketika daerah lain sudah bergerak, kita tidak perlu meraba-raba dalam kegelapan. Provinsi lain di Indonesia telah membuktikan bahwa pengelolaan sawit oleh BUMD/Perusda adalah hal yang sangat mungkin dan menguntungkan.

Ambil contoh di Sumatera. Riau, salah satu provinsi penghasil sawit utama, memiliki PT. Riau Agrotama Perkasa (RAP), BUMD yang bergerak di sektor perkebunan dan pengolahan kelapa sawit.

RAP hadir untuk mengelola kebun sawit, bersinergi dengan petani lokal, kemudian memastikan bahwa sebagian keuntungan dari “emas hijau” tersebut kembali ke daerah.

Begitu juga di Jambi melalui BUMD di tingkat provinsi maupun kabupaten, mulai aktif mengelola perkebunan sawit dan pabrik pengolahannya.

Kehadiran mereka tidak hanya menjadi operator bisnis, tetapi juga menjadi stabilisator harga tandan buah segar (TBS) bagi petani kecil, memastikan petani tidak dipermainkan oleh tengkulak atau perusahaan swasta besar.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa keberadaan Perusda Sawit tidak hanya melengkapi struktur pemerintahan daerah, tapi juga berfungsi sebagai agen pembangunan ekonomi rakyat dan pengontrol kebijakan harga di sektor strategis ini.

Jika Riau dan Jambi bisa, mengapa Kaltim tidak, dengan data produksi sawit yang fantastis ini, masih tertinggal dan membiarkan kesempatan triliunan Rupiah ini lepas?

Perusda Sawit, Why Not? Jawabannya: Ya, Harus Sekarang! (ASE)

wartaikn.com @ 2023