Dari De Tjolomadoe ke Transformasi Ekonomi Indonesia

Adji Sofyan Efendi (Ketua ISEI Cabang Samarinda
Adji Sofyan Efendi (Ketua ISEI Cabang Samarinda

 1,900 total views,  2 views today

Oleh Adji Sofyan Efendi (Ketua ISEI Cabang Samarinda

Solo, WARTAIKN.COM – Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 malam waktu Solo, saya sudah siap-siap untuk segera menghadiri Malam Keakraban Bank Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (BI-ISEI) 2024, dalam rangkaian acara Seminar dan Kongres ISEI – XXII 2024.

Di kegiatan ini, ISEI Solo dipercaya sebagai tuan rumah yang sudah mampu mendatangkan Presiden Joko Widodo. Acara ini menjadi sangat spesial dan berarti karena dengan kehadiran presiden secara langsung, telah menjadikan acara ini agak beda, sangat berarti, dan penting.

Biasanya, paling tidak dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah acara kongres ISEI yang dihadiri oleh presiden, sehingga saya melihat betapa antusiasnya teman-teman peserta kongres se- Indonesia saat mendapatkan kesempatan berjabat tangan dengan Presiden Joko Widodo.

Pikiran saya langsung menerawang ke rekan saya, Rizal Effendi, mantan Wali Kota Balikpapan dua Periode, yang juga seorang wartawan senior dan Pemred salah satu media cetak terbesar di Kaltim, pasti ia akan membuat ulasan panjang lebar saat beliau berkesempatan berjabat tangan dengan Presiden Joko Widodo.

Saat turun dari bus yang membawa kami ke lokasi Museum Pabrik Gula De Tjolomadoe, saya langsung terlihat angka tahun 1861, berarti gedung artistik yang di depan saya ini sudah berusia 163 tahun. Usia bangunan yang saat itu masih belum ada Republik Indonesia.

Saat memasuki pintu utama, pengunjung sudah dihadapkan dengan serangkaian mantan mesin yang tentu saat itu sangat ”industri hilir”, mesin yang penuh dengan teknologi tinggi pada zamannya.

Saya jadi terpikir bahwa saat ISEI melakukan kongres di tanggal 19-21 September 2024, dengan tema ”Memperkuat Fondasi Transformasi Ekonomi dan Kebijakan Publik yang Inklusif dan Berkelanjutan” sesungguhnya adalah tema yang sudah di praktikkan oleh Pabrik Gula De Tjolomadoe sejak tahun 1861.

Pabrik gula ini bernama Pabrik Gula Colomadu. Pabrik ini dibangun pada 1861 oleh Mangkunegara IV. Dahulu, bangunan pabrik gula menjadi sebuah bangunan yang megah.

Setiap pengusaha pabrik gula sudah pasti orang yang sangat kaya. Pada tahun 1928, pabrik ini mencoba untuk direnovasi.

Area lahan tebu mulai diperluas agar bisa lebih banyak memproduksi gula. Arsitekturnya pun diubah agar bentuknya menarik dan terlihat sangat mewah.

20 tahun yang lalu pabrik ini pun sudah tidak digunakan karena biaya produksi yang terlalu tinggi dan peralatan yang sudah tua. Pabrik gula ini merupakan pabrik gula terbesar di Asia yang menjadi sebuah kebanggaan di zamannya.

Dengan pabrik ini pula, Indonesia mampu mengekspor gula ke luar negeri, sehingga menjadi kekuatan industri gula nusantara

Mesin-mesin yang berada di kawasan ini adalah buatan Jerman. Pada zaman dahulu, mesin ini sudah menjadi sebuah mesin yang sangat modern di jamannya. Kemegahan mesin inilah yang membuat pihak pengelola terus mempertahankan mesin-mesin ini.

Bila dilihat dari luar, kawasan ini tampak sangat megah. Bangunannya yang menjadi cagar budaya dipertahankan dan dicat kembali dengan warna klasik, sehingga terlihat masih seperti aslinya.

Sebelum memasuki pabrik, pengunjung akan dibuai dengan sebuah taman dengan tempat duduk yang sudah disediakan. Saat malam hari, taman ini akan terasa hidup dengan lampu-lampu kecil yang sengaja dipasang untuk spot foto yang mengesankan.

Ada dua buah bangunan yang sengaja dipertahankan sebagai salah satu bagian dari pabrik ini. Menikmati tamannya saja, sudah begitu menggoda, apalagi bila masuk ke dalam pabrik. Pasti lebih menggoda dengan mesin-mesin tua yang masih kokoh.

Suasana tempat ini begitu mengesankan dan memang membuat pengunjung enggan beranjak. Setelah puas menikmati area luar, saatnya masuk ke dalam eks pabrik.

Pertama kali pengunjung akan memasuki stasiun gilingan. Ada sekitar tiga mesin penggiling yang begerigi terpampang dengan nyata di sini. Walaupun usianya sudah tua, namun mesin ini masih tampak eksotis.

Andai masih bisa dipakai dan ditunjukkan kepada para pengunjung, pasti membuat yang hadir saat itu enggan beranjak.

Saya tertarik dengan salah satu ruangan yaitu Besali Café untuk sajian kuliner, minuman atau juga coffee yang tersedia dengan harga yang bersahabat.

Duduk di tempat ini seperti kembali ke masa lalu, saat pabrik ini masih jaya. Melihat beberapa sudut di kawasan ini memang begitu menarik.

Coba bayangkan saja pada zaman dahulu pabrik gula ini berdiri dengan megahnya. Alat-alat yang digunakan begitu modern.

Berada di tempat ini seperti berada di masa lalu. Apalagi saat malam hari, di mana lampu-lampu yang begitu terang benderang.

Sekarang banyak event yang sengaja digelar di tempat ini. Event ini berfungsi untuk meningkatkan pengunjung. Apalagi di tempat ini ada convention hall yang bisa dimanfaatkan untuk menggelar berbagai konser berkelas international dengan kapasitas bisa mencapai 3000 orang.

De Tjolomadu adalah sebuah kreasi anak bangsa yang sadar betapa sejarah adalah bagian dari negeri ini dan tidak bisa terpisahkan.

Pabrik Gula yang berdiri megah ini juga bisa menjadi sebuah semangat untuk semua orang mempertahankan kemerdekaan dan mengenal lebih jauh sejarah melalui bangunan-bangunan klasik yang unik. Saran saya, jangan lupa bawa kamera agar tidak kecewa dengan tekstur bangunannya.

Bukanlah hal yang berlebihan, kalau diskusi tentang transformasi ekonomi Indonesia ke depan menuju Indonesia Emas 2024, perlu belajar dari Pabrik Gula De Tjolomadoe ini, karena industri gula ini ada sebelum Indonesia hadir.

Dari pabrik ini bahkan sudah menjadi industri dunia karena telah melakukan ekspor gula ke berbagai negara. Ini bukti bahwa raja-raja di era tersebut telah meletakkan pondasi ekonomi yang sangat transformatif dan bernas dengan hilirisasi.

Dalam konteks kebijakan Pemerintah Republik Indonesia saat ini, transformasi ekonomi melalui pengembangan industri hilir menjadi salah satu fokus utama.

Pemerintah berupaya memperkuat kemandirian ekonomi dengan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, dan meningkatkan nilai tambah produk melalui hilirisasi sumber daya alam.

Kebijakan ini terlihat jelas dalam sektor-sektor strategis seperti pertambangan, minyak dan gas, serta kelapa sawit, yakni pemerintah mendorong pembangunan pabrik pengolahan di dalam negeri.

Kebijakan hilirisasi ini sejalan dengan semangat inovasi yang dulu diterapkan di Pabrik Gula De Tjolomadoe pada tahun 1861. Seperti De Tjolomadoe yang mengadopsi teknologi modern pada masanya untuk mengolah tebu menjadi gula, pemerintah saat ini juga menekankan penggunaan teknologi canggih dan industri berbasis inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Pemerintah mengeluarkan regulasi dan insentif bagi pengembangan industri hilir melalui program hilirisasi mineral, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK), dan investasi dalam teknologi industri 4.0.

Ini bertujuan untuk mengurangi ekspor komoditas mentah, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global.

Selain itu, kebijakan ini mendukung visi Indonesia untuk menjadi negara industri maju, sejalan dengan “Making Indonesia 4.0” yang menargetkan Indonesia masuk dalam 10 besar ekonomi dunia pada 2030.

Dalam kerangka sejarah, kebijakan hilirisasi pemerintah saat ini menggemakan visi industrialisasi yang dimulai sejak era kolonial dan Kesultanan Surakarta, ketika De Tjolomadoe menjadi simbol adopsi teknologi dalam produksi skala besar, meski kini dengan konteks yang lebih modern dan terarah pada pembangunan berkelanjutan.

wartaikn.com @ 2023