906 total views, 10 views today
Oleh: Dr. Adji Sofyan Effendi, SE., MSI, CRMP
(Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Samarinda)
Samarinda, WARTAIKN.COM – Beberapa waktu lalu, Jakarta menjadi saksi bisu sebuah komitmen penting yang berpotensi mengubah lanskap transaksi perdagangan dan investasi global.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dan Gubernur People’s Bank of China (PBOC) bersepakat memperbarui nota kerja sama penggunaan mata uang lokal untuk transaksi perdagangan dan investasi.
Ini bukanlah hal baru, mengingat pada 30 September 2020, kedua negara ini sudah meneken Memorandum of Understanding (MoU) untuk penggunaan mata uang lokal secara intens dan berkesinambungan.
Namun, pembaharuan komitmen ini menegaskan kembali ambisi besar Indonesia dan China untuk menciptakan sebuah alternatif yang kuat di tengah dominasi Dolar AS.
Mengapa Mata Uang Lokal Rasa Global?
Inisiatif penggunaan mata uang lokal atau yang dikenal dengan skema Local Currency Settlement (LCS), adalah terobosan strategis. Selama beberapa dekade, Dolar AS telah menjadi tulang punggung utama dalam transaksi perdagangan dan investasi global.
Dominasi ini, meskipun memberikan stabilitas dalam beberapa aspek juga membawa kerentanan. Gejolak ekonomi di Amerika Serikat atau perubahan kebijakan moneter The Fed dapat dengan mudah mengirimkan riak ke seluruh dunia, memengaruhi nilai tukar mata uang, inflasi, dan stabilitas ekonomi negara-negara lain.
LCS RI-China ini ibarat langkah awal menuju demokratisasi sistem keuangan global. Dengan mendorong penggunaan Rupiah dan Yuan untuk transaksi bilateral, kedua negara secara efektif mengurangi ketergantungan pada Dolar AS.
Ini bukan semata-mata tentang menyingkirkan Dolar, melainkan menciptakan ekosistem finansial yang lebih seimbang dan tangguh, mata uang-mata uang dari negara-negara dengan kekuatan ekonomi signifikan juga memiliki peran yang lebih besar.
Ini adalah cara cerdas untuk memperkuat mata uang lokal kedua negara, memberikan “rasa global” pada Rupiah dan Yuan, dan menjadi contoh bagi negara-negara lain.
Manfaat Makroekonomi Meluas
Dampak dari penguatan mata uang lokal ini sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi kedua negara, bahkan meluas ke kawasan ASEAN dan Asia umumnya.
Bagi Indonesia dan China, antara lain :
1. Pengurangan Risiko Nilai Tukar (Exchange Rate Risk):
Dengan bertransaksi menggunakan Rupiah dan Yuan, pelaku usaha di kedua negara tidak lagi terpapar fluktuasi Dolar AS. Ini memberikan kepastian biaya dan pendapatan, sehingga perencanaan bisnis menjadi lebih stabil dan prediktif. Bagi eksportir dan importir, ini berarti margin keuntungan yang lebih terjaga.
2 Peningkatan Stabilitas Ekonomi Makro:
Ketika ketergantungan pada Dolar AS berkurang, tekanan terhadap cadangan devisa juga akan berkurang. Bank Sentral tidak perlu lagi ‘membakar’ cadangan devisa untuk menstabilkan Rupiah atau Yuan dari guncangan eksternal yang diakibatkan oleh pergerakan Dolar. Ini memperkuat ketahanan ekonomi nasional terhadap krisis finansial global.
3.Efisiensi Biaya Transaksi:
Proses konversi mata uang dari Rupiah ke Dolar lalu ke Yuan (atau sebaliknya) membutuhkan biaya. Dengan skema LCS, konversi menjadi langsung dari Rupiah ke Yuan atau sebaliknya, sehingga mengurangi biaya transaksi dan komisi bank.
Efisiensi ini secara langsung akan menurunkan biaya operasional perusahaan dan pada akhirnya meningkatkan daya saing produk.
4.Mendorong Peningkatan Perdagangan dan Investasi:
Kemudahan dan efisiensi dalam bertransaksi akan menjadi katalisator bagi peningkatan volume perdagangan dan investasi antara Indonesia dan China.
Investor China akan lebih nyaman berinvestasi di Indonesia dengan menggunakan Yuan, begitu pula sebaliknya. Ini akan membuka sejumlah peluang bisnis baru dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
5. Pendalaman Pasar Keuangan Domestik:
Semakin banyak transaksi yang menggunakan Rupiah dan Yuan, semakin dalam dan likuid pasar keuangan domestik kedua negara. Ini akan mendukung pengembangan instrumen keuangan lokal dan menarik lebih banyak partisipasi dari investor domestik maupun asing.
6. Pergeseran Episentrum Ekonomi Global:
Kolaborasi LCS antara dua kekuatan ekonomi besar seperti Indonesia dan China dapat menjadi model bagi negara-negara di ASEAN dan Asia untuk mengadopsi skema serupa.
Bayangkan jika negara-negara ASEAN mulai bertransaksi menggunakan mata uang lokal mereka. Ini akan secara bertahap menggeser episentrum perdagangan dan bisnis global, bukan lagi hanya terpusat pada Dolar AS, melainkan ke kawasan Asia.
7.Peningkatan Ketahanan Regional
Dengan semakin banyak negara yang mengurangi ketergantungan pada Dolar AS, kawasan Asia secara keseluruhan akan lebih tangguh terhadap guncangan ekonomi eksternal. Stabilitas finansial regional akan meningkat, menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk pertumbuhan berkelanjutan.
8. Dukungan untuk Integrasi Ekonomi Regional:
LCS memperkuat integrasi ekonomi regional dengan memfasilitasi transaksi antarnegara di kawasan tanpa hambatan nilai tukar yang besar. Ini mendukung visi masyarakat ekonomi ASEAN dan inisiatif perdagangan regional lainnya.
Alternatif di Tengah Politik Bisnis Ala Dolar:
Dalam konteks geopolitik global, dominasi Dolar AS juga kerap digunakan sebagai instrumen kebijakan luar negeri. Dengan menciptakan alternatif, negara-negara di Asia memiliki pilihan dan otonomi yang lebih besar dalam menjalankan kebijakan ekonomi mereka, terbebas dari “politik bisnis ala Dolar” yang terkadang tidak menguntungkan.
Menuju Masa Depan Lebih Seimbang
Komitmen Indonesia dan China untuk memperkuat penggunaan mata uang lokal adalah langkah maju yang signifikan. Ini bukan hanya tentang transaksi finansial, tetapi juga tentang visi strategis untuk masa depan yang lebih seimbang dan adil dalam sistem keuangan global.
Dengan terus memperdalam kerja sama ini, Indonesia dan China tidak hanya akan merasakan manfaat ekonomi yang besar bagi diri mereka sendiri, tetapi juga akan menjadi pelopor dan inspirasi bagi negara-negara lain di Asia dan dunia untuk mengambil kendali lebih besar atas takdir ekonomi mereka.
Mata uang lokal kini benar-benar memiliki “rasa global,” membuka babak baru dalam sejarah ekonomi dunia. (*)