Antara Personal dan Sistem (Catatan dalam reshuffle kabinet) 

Aji Sofyan Effendi
Aji Sofyan Effendi

 1,739 total views,  18 views today

Oleh: Aji Sofyan Effendi (Dosen FEB Universitaa Mulawarman)

 

Samarinda, WARTAIKN.COM – Beberapa hari lalu, kita kembali menjadi saksi dari sebuah peristiwa politik yang tak asing: reshuffle kabinet.

Beberapa nama besar yang telah lama duduk di kursi kekuasaan, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Polhukam Budi Gunawan, hingga Menteri Koperasi Budi Arie, harus mengakhiri masa jabatannya.

Peristiwa ini, tentu saja, bukan tanpa alasan. Sebelumnya, kita melihat serangkaian protes masif di seluruh penjuru Indonesia. Jalanan dipenuhi massa yang menuntut perubahan, berujung pada aksi anarkis, pembakaran fasilitas publik, dan yang paling tragis, hilangnya sepuluh nyawa.

Penyebab dan Konsekuensi Reshuffle.

​Mencermati gelombang protes dan reshuffle ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah pergantian individu seorang menteri semata dapat menyelesaikan masalah struktural yang ada?

Di satu sisi, keputusan Presiden Prabowo untuk mengganti para menteri ini tampak sebagai respon langsung terhadap kegaduhan yang terjadi.

Statement-statement kontroversial dan kinerja yang dianggap buruk oleh beberapa menteri menjadi pemicu utama secara populer dan umum terjadi, pergantian menteri dianggap sebagai solusi cepat.

Logikanya sederhana: jika kinerja seseorang buruk, ganti orangnya. Namun, apakah sesederhana itu? Masalah yang kita hadapi seringkali lebih kompleks dari pada sekadar individu yang salah. Mereka adalah hasil dari sebuah sistem yang sudah lama berakar.

Mendalami Masalah Sistemik

​Dalam ilmu politik dan administrasi publik, kita mengenal istilah path dependency atau ketergantungan pada jalur historis. Ini menjelaskan bagaimana keputusan dan struktur yang sudah ada di masa lalu sangat memengaruhi pilihan dan hasil di masa depan.

​Pemerintahan tidak berdiri di ruang hampa. Ia adalah jalinan rumit dari berbagai unsur: birokrasi, regulasi, undang-undang, serta interaksi dengan lembaga legislatif dan yudikatif.

Bayangkan, seorang menteri layaknya kapten kapal yang berlayar di tengah badai. Ia bisa menjadi kapten terbaik di dunia, tetapi jika kapalnya bocor, arah angin selalu berlawanan, dan kru-nya tidak kompeten, ia akan tetap kesulitan mencapai tujuan.​

Dalam konteks ini, meskipun seorang menteri baru memiliki integritas dan visi yang luar biasa, ia tetap akan berhadapan dengan konstrain sistemik yang mengikatnya.

Ada undang-undang yang sudah usang, prosedur birokrasi yang berbelit, dan yang paling krusial, tarik-menarik kepentingan politik di parlemen. Kebijakan yang brilian di atas kertas bisa saja kandas karena tidak mendapat dukungan legislatif. Anggaran yang dibutuhkan untuk program strategis bisa dipangkas demi kepentingan politik jangka pendek.

Mengganti Orang atau Memperbaiki Sistem?

Pertanyaan utama dalam persoalan ini adalah: apakah mengganti seorang menteri (individu) akan secara otomatis menghasilkan perbaikan yang signifikan (sistemik)? Berdasarkan analisis ini, jawabannya mungkin tidak.

Pergantian menteri bisa meredam amarah publik untuk sementara, memberikan ilusi perubahan. Namun, jika akarnya yaitu sistem yang korup, birokrasi yang lamban, dan politik yang sarat kepentingan tidak diperbaiki, masalah yang sama akan terus berulang, siapa pun menterinya.

​Tentu saja, peran menteri sebagai individu tetap penting. Mereka adalah penggerak utama, pembuat keputusan, dan wajah dari kebijakan pemerintah.

Namun, untuk perbaikan yang berkelanjutan, fokus kita harus bergeser dari sekadar mengganti personel menjadi mereformasi sistem secara menyeluruh.

Ini adalah tugas yang jauh lebih berat dan membutuhkan komitmen jangka panjang dari semua pihak, tidak hanya eksekutif, tetapi juga legislatif, yudikatif, dan tentu saja, masyarakat sipil.

​Reshuffle ini mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga. Masalah bangsa ini bukan hanya soal “siapa,” melainkan soal “bagaimana.” Selama kita hanya fokus pada pergantian wajah tanpa menyentuh fondasi yang rapuh, kita akan terus terjebak dalam siklus yang sama: krisis, protes, pergantian, dan krisis lagi.(ASE)

wartaikn.com @ 2023