Mengintip Keberhasilan Pengelolaan Habitat Orang Utan Wehea-Kelay

Orang utan,
Pemparan YKAN tentang orang utan Wehea Kelay

 1,064 total views,  2 views today

Samarinda, WARTAIKN.COM – Pengelolaan kolaboratif habitat orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay, yang kemudian dikenal dengan nama Kawasan Ekosistem Esensial atau saat ini dikenal dengan nama Kawasan Ekosistem Penting Wehea-Kelay telah berjalan selama delapan tahun dan mencatatkan sejumlah keberhasilan.

Terakhir adalah ditetapkannya sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Kalimantan Timur sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1, tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Kalimantan Timur 2023-2042.

Pelestarian kawasan berhutan yang tersisa, satwa liar, tumbuhan, sumber air, dan pelibatan masyarakat di sekitar bentang alam ini perlu dijaga dan dilestarikan secara berkesinambungan.

Hal ini dikatakan Ketua Forum Kolaborasi Wehea-Kelay Ence Ahmad Rafiddin Rizal yang diwakili oleh Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur Noor Utami, dalam lokakarya Pendokumentasi Pengelolaan Bentang Alam Wehea-Kelay di Provinsi Kaltim yang digelar pada Jumat, 22 Desember 2023.

Dalam rilis Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) disebutkan, kegiatan ini diikuti 30 orang yang terdiri dari perwakilan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pihak swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat anggota forum kolaborasi.

Forum ini secara resmi dikukuhkan pada 2016. Setiap tahunnya anggota forum bertemu untuk berdiskusi dan berbagi pembelajaran dari apa yang mereka lakukan di wilayah kerjanya dalam mendukung kelestarian habitat orang utan melalui praktik-praktik pengelolaan terbaik.

Pada penghujung 2023, pertemuan ini digelar untuk menyampaikan capaian terkini kinerja Forum dalam lima tahun terakhir.

Dari sisi penelitian, pada tahun ini, tim peneliti dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur berhasil mengidentifikasi 11 dari 60 jenis sampel tumbuhan pakan orang utan yang memiliki materi nutrisi dan medisinal.

Tumbuhan tersebut berpotensi dikembangkan untuk farmasi dan kesehatan masyarakat. Kajian tersebut hanya mencakup sebagian kecil dari sekitar 800 jenis tumbuhan yang diidentifikasi ditemukan di Bentang Alam dengan total luasan 532.143 hektare.

Kemudian, dari aspek pengelolaan hutan lestari, mayoritas pengelola kawasan telah mendata potensi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT).

Tercatat pada Bentang Alam Wehea-Kelay terdapat tujuh Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)-Hutan Alam, dua PBPH-Hutan Tanaman, tujuh perusahaan besar perkebunan sawit, dan dua Kesatuan Pengelolaan Hutan.

Identifikasi KBKT tersebut penting, karena menjadi bukti kekayaan keanekaragaman hayati yang tetap terjaga dan menunjukkan bahwa perusahaan sudah menerapkan praktik-praktik berkelanjutan.

Setelah diidentifikasi, maka perusahaan juga mengelola secara berkala, seperti patroli ataupun survei dan pemantauan biodiversitas.
Pemantauan ini bisa dilakukan dengan saling silang instansi yang berkaitan seperti lembaga riset atau pendidikan.

“Kebutuhan pemantauan tidak hanya memberikan dampak bagi transparansi keberlanjutan bisnis, melainkan juga kelestarian jangka panjang bagi keanekaragaman hayati, hutan, dan masyarakat di sekitarnya,” kata Noor Utami.

“Kami sangat terbantu dengan menjadi anggota forum,” ujar Direktur Utama PT Gunung Gajah Abadi Totok Suripto dalam kesempatan yang sama.

Ia berharap keberadaan forum bisa membantu mempertahankan kawasan tanpa ada perubahan alih fungsi lahan.

Sebagai pengelola PBPH-Hutan Alam, Totok menambahkan status perubahan kawasan berpengaruh dalam operasional mereka, sehingga keberadaan forum yang mewakili sejumlah perusahaan di kawasan bentang alam, sangat membantu dalam berkoordinasi dan menjaga KBKT.

Perjuangan Forum Kolaborasi Bentang Alam Wehea-Kelay masih panjang. Ia mengakui bahwa sejak ditetapkannya Bentang Alam Wehea-Kelay sebagai KSP Provinsi pada 2022, sampai saat ini, belum ditentukan status dan wewenang pengelolaan secara jelas.

“Legalitas ini penting untuk menentukan pengelolaan ke depannya,” kata Manajer Senior Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk Program Terestrial Niel Makinuddin.

Ia berharap pembahasan hari ini bisa menemukan titik terang tentang status KSP tersebut.

Berdasarkan Peraturan Presiden No 21 tahun 2021 tentang Perencanaan Tata Ruang, definisi Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan serta merupakan bagian tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah provinsi.

Status KSP menunjukan bahwa Bentang Alam Wehea-Kelay penting bagi Kalimantan Timur. “Isu konservasi alam pada kawasan ini sangat luas,” kata Niel.

Ia mengatakan, awal pembentukan forum memang ditujukan untuk melakukan pengelolaan hutan secara lestari di habitat orang utan bersama para pihak.

Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata melindungi habitat orang utan, memberikan banyak manfaat bagi para pihak di sekitarnya.

Misal, Ia mencontohkan, perusahaan yang berada di sekitar habitat orang utan terbantu dengan keberadaan forum, khususnya dalam menerapkan praktik berkelanjutan dan pemonitoran populasi orang utan beserta biodiversitas penting lainnya.

Tiap perusahaan memiliki kewajiban dalam sertifikasi berkelanjutan seperti Pengelolaan Hutan Produksi Lestari atau Indonesia Sustainable Palm Oil.

Perusahaan terbantu dengan anggota forum yang lain dan mereka terupdate tentang kebijakan-kebijakan terkini untuk pengelolaan hutan lestari.

“Bentang Alam ini menjadi contoh bahwa pengelolaan habitat satwa liar, bisa bersandingan dengan kegiatan dunia usaha,” ujar Niel.

Apalagi pada tahun ini sudah ada kajian tentang manfaat pakan orang utan bagi kesehatan manusia, meski masih banyak hal yang belum diungkap dari kekayaan alam kawasan ini.

“Kalau kita mau menghitung jasa lingkungannya, pasti akan lebih besar lagi,” kata dia.

Kalimantan Timur bisa memberikan contoh pengelolaan habitat satwa liar yang dikelilingi konsesi dan wilayah masyarakat yang juga terjadi di seluruh penjuru Indonesia. Kolaborasi pemangku kepentingan menjadi kunci pengelolaan habitat yang berkelanjutan.

“Model kolaborasi ini pula menjadikan KEE Wehea-Kelay sebagai salah satu inisiatif model yang berhasil dari implementasi Green Growth Compact (GGC) atau Kesepakatan Pembangunan Hijau Kaltim,” kata Niel (wi)

 

wartaikn.com @ 2023