1,284 total views, 2 views today
Oleh Dra. Munasih, M.Pd
dari SMAN 8 Samarinda
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 Bab II, Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila danUndang-undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 yang berdasarkan pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman.
Proses belajar-mengajar guru, tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode atau strategi pembelajaran saja, seorang guru dituntut mampu menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang bervariasi agar dalamkegiatan belajar-mengajar tidak membosankan bagi siswa dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu tercapainya peningkatan motivasi dan prestasi belajar (Slameto, 2003).
Dalam hal ini, guru bisa menerapkan strategi bermain peran. Metode atau strategi bermain peran ini lebih menekankan berdasarkan pengalaman, dalam hal ini siswa memainkan watak, perasaan dan gagasan-gagasan lain.
Pembelajaran bermain peran (Role Playing) ini juga bermanfaat terjadinya interaksi antara siswa di kelas, sehingga siswa akan lebih mudah untuk mendiskusikan dan mengidentifikasi suatu masalah yang dialami.
Hamalik (2006) menyatakan bahwa bermain peran memiliki keuntungan, diantaranya siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa sanksi, bermain peran memungkinkan memperkenalkan siswa untuk mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan gagasan-gagasan yang lainnya.
Demikian penerapan pembelajaran bermain peran ini dapat membantu siswa dalam mengemukakan pendapat, ide ata pun gagasan sebagai salah satu wujud dari siswa yang memiliki kreativitas, sehingga hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak positif terhadap peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa, pada umumnya dan khususnya pada mata pelajaran Sejarah.
Berdasarkan observasi, pembelajaran Sejarah yang selama ini digunakan dengan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Sehingga motivasi dan prestasi belajar siswa masih rendah, karena siswa di kelas hanya mendengarkan, mencatat, dan siswa hanya melakukan kegiatan sesuai perintah guru, siswa juga kurang siap dalam mengikuti pelajaran pada setiap pertemuan karena sebagian besar siswa tidak mempelajari materi yang akan dibahas sebelum proses belajar-mengajar.
Sehingga siswa kurang aktif dalam menemukan sendiri, kesulitan juga dialami oleh guru dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat agar siswadapat belajar secara aktif.Hal ini disebabkan karena guru lebih banyak menerapkan metode ceramah, sehingga penyampaian materi dan soal lebih didominasi oleh guru, di samping itu buku pedoman yang dimiliki oleh siswa cenderung menggunakan satu pedoman yang diperoleh dari sekolah saja.
Hal ini menyebabkan kurangnya motivasi dan prestasi belajar siswa. Bermain peran adalah penerapan pembelajaran pengajaran berdasarkan pengalaman (Hamalik, 2006).
Lisnawati (1997), menyatakan bahwa bermain peran adalah metode mengajar dengan mendemonstrasikan cara bertingkah laku hubungan sosial sehari-hari.
Jadi, pembelajaran bermain peran adalah suatu strategi atau metode pembelajaran siswa dapat memainkan peran dalam hal ini terkait dengan pembelajaran Sejarah.
Pada prinsipnya, model pembelajaran bermain peran atau Role Playing merupakan upaya pemecahan masalah melalui peragaan tindakan.
Hamalik (2006) menyatakan, pembelajaran bermain peran adalah penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman. Salah satu model pembelajaran yang mengutamakan interaksi antara siswa dalam demokrasiya itu model pengajaran bermain peran (Syah, 2001).
Dengan demikian, yang dimaksud dengan pembelajaran bermain peran adalah model pembelajaran pemecahan masalah dengan mengutamakan interaksi antarsiswa melalui peragaan tindakan (bermain peran).
Manfaat bermain peran melalui model pembelajaran bermain peran ini dikembangkan dalam upaya membantu individu dalam menghayati nilai-nilai yang berlaku serta mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupan sosial.
Pembelajaran bermain peran ini pula, siswa dibina untuk menghadapi masalah dengan jalan menempatkannya dalam situasi “bantuan” yang mengandung permasalahan tersebut, harus berperan dan setelah itu mendiskusikan.
Adapun manfaat menggunakan pembelajaran bermain peran ini yaitu (Hamalik, 2006). Dalam bermain peran, siswa-siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaaan dan pendapatnya tanpa sanksi. Mereka dapat mengulangi dan mendiskusikan masalah (isu) personal manusiawi tanpa merasa cemas.
Bermain peran memungkinkan dan memperkenankan para siswa untuk mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan gagasan lain.
Hasil identifikasi ini bermakna terhadap perubahan tingkah laku dan sikap sebagaimana mereka menghayati watak orang lain. Keberadaan pembelajaran bermain peran, siswa berada dalam suasana yang relatif aman dan terkendali untuk mengeksplorasi dan menunjukkan masalah-masalah di antara siswa, sehingga siswa akan lebih bebas dan kreatif dalam mengemukakan atau menyampaikan argumennya.