230 total views, 230 views today
Samarinda, WARTAIKN.COM – Pesut Mahakam merupakan mamalia khas Kalimantan Timur (Kaltim), sehingga keberadaannya harus mendapat perhatian serius dari pemprov setempat dan daerah-daerah yang dilintasi Sungai Mahakam mulai Kabupaten Mahakam Ulu, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda.
Namun ikan sejenis lumba-lumba air tawar yang bernafas dengan paru-paru ini keberadaannya terus menyusut, dari sebelumnya ada ribuan ekor, namun kini keberadaannya diperkirakan antara 60-80 ekor, jauh dari angka genap 100.
Dulu mamalia ini pun hidup di Samarinda, namun karena tingkat pencemaran dan kebisingan mesin kapal, maka populasi pesut Mahakam di kawasan Samarinda pun hilang, sehingga pesut Mahakam yang ada di Samarinda tinggal patung dan siluetnya.
Anggota DPRD Kaltim Sarkowi V Zahry pun prihatin dengan kondisi ini, terlebih jika dikaitkan dengan jargon Pembangunan Berkelanjutan, karena pembangunan berkelanjutan bermakna terus berlanjut, baik demi keberlanjutan manusia, lingkungan, maupun ekosistemnya.
“Tak hanya pesut, berbagai spesies ikan dan kehidupan bawah air juga turut terganggu akibat pencemaran dan kebisingan dari kapal-kapal besar. Sungai Mahakam, yang dulunya menjadi sumber kehidupan warga, kini berangsur tercemar dan tidak ramah bagi ekosistem sungai,” katanya.
Ia melanjutkan, perlindungan habitat pesut bukan hanya untuk menyelamatkan satu spesies, melainkan merupakan simbol dari usaha perlindungan ekosistem secara keseluruhan.
“Kalau pesut saja tidak bisa kita jaga, bagaimana mungkin kita bisa bicara soal pembangunan berkelanjutan?. Jargon ini harus dimaknai secara mendalam dan diimbangi dengan komitmen,” katanya.
Sebagai momentum Hari Lingkungan Hidup Sedunia, ia menyerukan agar seluruh perusahaan yang beroperasi di sekitar Mahakam menunjukkan komitmen nyata terhadap kelestarian lingkungan, karena CSR (Corporate Social Responsibility) tidak cukup jika hanya formalitas.
“Jangan hanya menanam pohon untuk foto seremonial, tapi di lapangan tetap merusak. Tanggung jawab lingkungan harus menjadi budaya korporasi, bukan sekadar kewajiban administratif,” ujar ia.
Ia juga meminta Pemprov Kaltim bekerja sama lebih erat dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan lembaga konservasi lain, untuk memastikan pesut Mahakam mendapat perlindungan maksimal. (Adv)