PT BEK Dukung Pelestarian Budaya Melalui Festival Sarut

Community Development Head PT BEK, Kristinawati menyerahkan hadiah dan piagam kepada peserta Festival Sarut
Community Development Head PT BEK, Kristinawati menyerahkan hadiah dan piagam kepada peserta Festival Sarut

 1,808 total views,  2 views today

Damai, WARTAIKN.COM – Festival Sarut yang digelar Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, selama tiga hari pada 12-14 Agustus 2024, merupakan salah satu cara untuk melestarikan adat dan budaya daerah, sehingga PT Bharinto Ekatama (BEK) sangat mendukung festival tersebut.

Community Development Head PT BEK, Kristinawati di Damai, Kubar, mengatakan bahwa pihaknya mendukung Festival Sarut karena beberapa hal, antara lain sebagai bentuk dukungan terhadap budaya lokal yang harus dilestarikan, bahkan perlu dikembangkan dan dipromosikan agar makin dikenal secara luas.

Kemudian untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) baik bagi perajin sarut maupun pelaku UMKM yang terlibat dalam festival ini, karena melalui keramaian ini berdampak pada tingginya jumlah pengunjung, sehingga berbagai jenis barang dan jasa juga terjual.

Ulap sarut atau yang lebih dikenal “sarut”, merupakan salah satu jenis pakaian khas masyarakat Dayak dari Subsuku Dayak Benuaq, karena keindahan sarut yang begitu menawan dan memiliki daya tarik tersendiri, maka pemda terus mendorong pertumbuhan kerajinan sarut.

“Kami dari BEK mendukung pelestarian budaya dan turut menjaga warisan leluhur, salah satunya ulap sarut. Sedangkan dukungan dalam festival ini juga agar seni dan budaya di Kubar terus tumbuh, berkembang, dan tetap lestari,” kata Kristin.

Terkait dengan program jangka panjang, ia menyatakan bahwa hingga saat ini pihaknya masih terus melakukan pembinaan terhadap generasi muda, antara lain pembinaan melalui sanggar seni dan budaya di area binaan PT BEK.

“Salah satu sanggar seni yang kami bina juga mendapat juara dalam Festival Sarut, ini suatu  kebetulan, karena niat kami hanya konsisten melestarikan dan mereka juga konsisten berlatih untuk mendukung seni dan budaya daerah,” kata Kristin lagi.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kubar Yuyun Diah Setyorini menyatakan, tahun ini merupakan kali empat Festival Sarut digelar di Kecamatan Damai, Kubar. Mengapa kami gelar di Damai, karena kawasan ini sebagai sentra dari kerajinan sarut, agar makin banyak warga tertarik dan para perajin lebih semangat memproduksi.

Festival ini digelar juga untuk menjaga, memelihara, dan mempromosikan secara luas hasil kerajinan sarut, sehingga produksinya meningkat, apalagi Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah pindah ke Kalimantan Timur, sehingga ulap sarut bisa menjadi alternatif oleh-oleh dari Kubar, daerah penyangga IKN.

Festival Sarut “Kiai Panei Penguntei Lawei” di Kampung Damai, Kecamatan Damai ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur sekaligus rasa bangga akan produk kerajinan yang merupakan khas Kubar, terutama dari Kecamatan Damai.

Pengolahan kain sarut ini dijahit menggunakan teknik sulam jelujur untuk menciptakan sebuah motif berbeda dari yang lain, sehingga sarut memiliki kekhasan tersendiri.

Ia berharap festival ini dapat membangun animo generasi muda dalam menggali, mengenali dan memahami nilai-nilai budaya tradisi Kubar yang sarat dengan kearifan, nilai khas, dan untuk membangkitkan rasa cinta terhadap budaya daerah.

Yuyun juga menyampaikan apresiasi semua pihak yang terlibat dalam menyukseskan Festival Sarut, salah satunya adalah PT BEK yang mendukung kegiatan ini sehingga festival berjalan meriah.

Wita Mulia Permatasari, salah satu peserta Festival Sarut dalam Karnival Sarut
Permatasari, salah satu peserta Festival Sarut dalam Karnival Sarut

Sementara Olis Karensia Laing, salah seorang peserta Festival Sarut mengatakan, ia sangat bangga karena bisa menjadi bagian dari festival ini, karena kegiatan ini selain untuk melestarikan adat dan budaya lokal juga untuk mengingat warisan leluhur yang harus dijaga.

“Harapan saya melalui festival ini agar sarut lebih banyak dikenal publik, karena sarut ini asalnya turun temurun dari nenek moyang kami. Sedangkan untuk terus melestarikan sarut, sekarang pun saya masih proses belajar membuat kain sarut,” kata Olis.

Sedangkan Wita Mulia Permatasari, salah satu peserta festival dalam Karnival Sarut mengatakan, kain sarut yang ia kenakan tersebut telah dilakukan kreasi dengan bentuk enggang sehingga lebih menarik.

“Festival ini sangat memotifasi kalangan muda, apalagi kain sarut sangat indah dan bisa dipadukan dengan berbagai bentuk lain, seperti kali ini dengan model burung enggang, sedangkan pada festival tahun lalu, saya menggunakan sarut saat karnival dengan bentuk lamin,” katanya. (gal)

wartaikn.com @ 2023