1,112 total views, 2 views today
Oleh: Muhammad Nathan Syah Putra
Kelas : Hubungan Internasional/B Universitas Mulawarman
Ibu kota merupakan pusat pemerintahan yang memiliki kontrol pusat terhadap suatu wilayah atau negara.
Pemindahan ibu kota merupakan hal yang lumrah. Pemindahan ibu kota telah terjadi di beberapa negara di dunia, seperti Brazil yang memindahkan ibu kotanya dari Rio De Jeneiro ke Brazilia. Australia, India, dan Myanmar juga pernah melakukan pemindahan ibu kota mereka.
Pada 2019 Presiden Joko Widodo mengumumkan keputusan pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Ibu kota ini kemudian disebut Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pemindahan ini didasari pada beberapa pertimbangan, yaitu: 1. Risiko bencana minimal, 2. Lokasi strategis, 3. Berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, 4. Telah memiliki infrastruktur relatif lengkap, 5. Tersedia lahan yang dikuasai pemerintah.
Hal ini juga didasari pada alasan bahwa Jakarta sudah tidak lagi memadai sebagai ibukota, wacana pemerataan pembangunan sehingga tidak ada lagi Jawa sentris.
Pemindahan Ibu kota ini tentu membawa dampak positif dan negatif yang signifikan. Di sisi positif, langkah ini antara lain dapat membantu pemerataan pembangunan, mengurangi beban Jakarta, meningkatkan infrastruktur, serta peluang ekonomi di Kalimantan Timur.
Namun di sisi negatif, dampak sosial, lingkungan, dan biaya yang tinggi menjadi tantangan yang perlu dihadapi.
Pemindahan ini juga mendapat perhatian bagi negara lain, terutama negara tetangga yang langsung berhubungan dan berpotensi terdampak, yaitu Malaysia.
Menurut Dr. Mohammad Ikhram Bin Mohammad Ridzuan, Dosen Senior Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Malaysia di Sabah, berpandangan bahwa Malaysia dapat mengambil manfaat dari pemindahan IKN.
Manfaat tersebut terutama dalam kerja sama bilateral kedua negara. Konsep Smart Forest City yang diusung dapat menumbuhkan peluang besar dalam bidang teknologi dan pembangunan berkelanjutan bagi kedua negara.
Namun menurutnya, pemindahan tersebut juga memiliki dampak negatif yang dapat dialami oleh Malaysia, salah satunya yakni berkurangnya tenaga kerja atau buruh di perkebunan kelapa sawit terutama di negara bagian Sabah dan Serawak.
Hal ini terjadi karena bertambahnya mata pencaharian serta sumber penghasilan yang disebabkan oleh pembangunan IKN.
Padahal ketergantungan pada buruh migran dari Indonesia pada sektor perkebunan kelapa sawit sangat besar di negara tersebut.
Dr. Ikhram juga menyoroti bahwa terdapat tantangan yang perlu diantisipasi seperti 1. Potensi peningkatan penyelundupan dan perdagangan manusia karena jalur ilegal baru dan yang sudah ada, 2. Meningkatnya tekanan pada keamanan perbatasan dan penegakan hukum setempat, 3. Potensi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan perdagangan, namun juga tingginya risiko aktivitas ilegal.
Ini baru dampak bagi kedua negara, belum bicara dengan negara lain yang berbatasan langsung dengan Indonesia.
Untuk mengatasi hal ini, maka perlu adanya strategi dan kerja sama komprehensif yang melibatkan negara lain dalam mencegah hal tersebut terjadi.
Menurut pendapat saya, pemindahan ibu kota ini menawarkan peluang ekonomi besar bagi Indonesia. Seperti yang dikatakan Dr. Ikhram sebelumnya bahwa pemindahan ini memiliki dampak yang positif bagi Indonesia dan Malaysia, meskipun terdapat potensi tantangan yang harus diantisipasi.
Penting untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial dapat dioptimalkan sehingga dapat mencapai pertumbuhan berkelanjutan dan kesejahteraan bagi masyarakat, termasuk menjaga hubungan kedua negara.